Beranda | Artikel
Mutiara Faidah Surat Al Ashr
Kamis, 4 September 2014

Buletin At-Tauhid edisi 34
 al-asr

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi masa. Sesungguhnya semua manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, mengerjakan amal sholih, dan saling menasihati supaya menaati kebenaran, dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr : 1 – 3)

Keutamaan Surat Al ‘Ashr

Surat Al ‘Ashr adalah surat yang pendek dan hanya terdiri dari 3 ayat. Namun surat ini memiliki kandungan yang sangat agung, yaitu menjelaskan prinsip kehidupan seorang muslim.

Imam Syafi’i rahimahullahu mengatakan, “Seandainya Allah tidak menurunkan surat kepada makhluk-Nya, kecuali hanya surat Al ‘Ashr, niscaya sudah mencukupi mereka”.

Syaikh ‘Utsaimin rahimahullahu menjelaskan, “Maksud perkataan Imam Syafi’i bahwa surat ini telah cukup bagi manusia, karena berisi dorongan agar memegang teguh agama Allah dengan beriman, beramal sholih, berdakwah kepada Allah, dan bersabar atas semua itu. Beliau tidak bermaksud bahwa manusia cukup dengan surat ini tanpa syari’at yang lain.  Seorang yang berakal apabila mendengar atau membaca surat ini, maka ia pasti akan berusaha untuk membebaskan dirinya dari kerugian dengan cara menghiasi diri dengan empat sifat yang disebutkan dalam surat ini, yaitu beriman, beramal shalih, saling menasehati dalam mentaati kebenaran (berdakwah), dan saling menasehati untuk bersabar”. (Lihat Syarh Al Ushul Ats Tsalatsah, hal 22)

Imam Ath Thabrani rahimahullahu menyebutkan dalam kitabnya Mu’jam Al Ausath, dari ‘Ubaidillah bin Hisn, ia berkata, “Dulu para shahabat Rasulullah jika bertemu, tidaklah mereka berpisah kecuali salah satu dari mereka membacakan surat Al ‘Ashr kepada yang lain (karena kandungannya yang sangat penting), kemudian mengucapkan salam”. (Sanadnya shahih, Lihat Tafsir Ibnu Katsir IV/685).

Beberapa Peringatan yang Penting

Di awal surat ini, Allah Ta’ala bersumpah dengan masa/waktu. Di dalam ilmu tafsir, lafadz sumpah dalam Al Qur’an bermakna agungnya sesuatu yang digunakan untuk bersumpah dan pentingnya sesuatu yang menjadi sebab sumpah. (Lihat Ushul fit Tafsir, hal 56).

Dari penjelasan tersebut, menunjukkan pentingnya waktu. Waktu adalah tempat seorang hamba melakukan berbagai aktivitasnya, satu diantaranya adalah dengan beribadah kepada Allah. Sehingga mulianya seorang hamba di sisi Allah tergantung sejauh mana ia menjaga dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Hendaknya kita mengingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah bergeser telapak kaki hamba pada hari kiamat, sampai ia ditanya tentang lima perkara: umurnya untuk apa ia gunakan, masa mudanya untuk apa ia habiskan, hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan, dan apa yang ia perbuat dengan ilmu-ilmu yang telah ia ketahui.” (HR. Tirmidzi, dinilai shahih oleh Al Albani).

Selain itu, juga menunjukkan pentingnya pelajaran yang akan Allah sebutkan setelah ayat pertama (yaitu ayat kedua dan ketiga –red).

Adapun seorang hamba tidak boleh bersumpah kecuali dengan nama Allah saja, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapa yang bersumpah dengan selain nama Allah, maka sungguh ia telah berbuat kesyirikan atau kekufuran.” (HR. Abu Dawud, dinilai shahih Al Albani).

Kemudian di ayat kedua, Allah menjelaskan bahwa semua manusia berada dalam kerugian. Bisa jadi kerugian yang didapatkan bersifat mutlak, yaitu merugi di dunia dan di akhirat, dan kehilangan kenikmatan serta diancam dengan balasan neraka. Dan bisa juga kerugian yang dirasakan tidak mutlak, hanya dalam sebagian sisi saja. Semuanya akan merugi dan celaka kecuali seorang yang bersifat dengan empat sifat yang disebutkan pada ayat selanjutnya. (Lihat Taisiir Karimir Rohmaan, hal 893).

Beriman yang Dilandasi dengan Ilmu

Sifat yang pertama adalah iman. Keimanan disini mencakup semua yang dapat mendekatkan diri kepada Allah berupa keyakinan yang benar dan ilmu yang bermanfaat. (Syarh Al Ushul Ats Tsalatsah, hal 19).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman adalah beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari kiamat, dan kalian beriman kepada taqdir yang baik maupun yang buruk”. (HR.Muslim).

Syaikh ‘Abdurrahman As Sa’di menjelaskan, “Iman tidak akan bisa diperoleh, kecuali dengan ilmu, (yaitu ilmu agama)”. (Taisiir Karimir Rohmaan, hal. 893)

Beramal Shalih

Amal shalih mencakup semua perbuatan baik yang tampak maupun yang tersembunyi, yang terkait dengan hak Allah maupun hak manusia, yang wajib maupun yang sunnah. (Taisiir Karimir Rohmaan, hal. 893).

Syarat amalan dikatakan shalih yaitu apabila amal tersebut dikerjakan ikhlas karena Allah dan dikerjakan dengan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dengan iman dan amal shalih, maka seorang hamba akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan (yang artinya), “Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl : 97)

Saling Menasehati dalam Kebenaran

Seorang muslim tidak boleh mencukupkan diri dengan memperbaiki diri sendiri, tanpa menginginkan kebaikan untuk orang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabdaTidak sempurna keimanan salah seorang diantara kalian, hingga ia senang apabila saudaranya memperoleh sesuatu yang juga ia senangi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hendaknya seorang muslim saling menasehati kepada saudaranya muslim yang lain, untuk selalu menjalankan syari’at Allah dan untuk mentaati perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya. Tentunya dengan nasihat yang baik dengan cara yang hikmah sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Bersabar di Jalan Allah

Sifat yang terakhir adalah bersabar atas gangguan yang didapatkan ketika mengajak orang lain kepada kebenaran. Allah Ta’ala berfirman menceritakan Luqman yang menasihati anaknya (yang artinya), ”Wahai anakku, dirikanlah shalat dan perintahkanlah manusia mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting” (QS. Luqman : 17)

Maka dengan dua sifat yang pertama (ilmu dan amal), seorang hamba telah meperbaiki dirinya sendiri. Adapun dengan dua sifat yang terakhir (dakwah dan sabar), seorang hamba dapat memperbaiki orang. Dan dengan memiliki keempat sifat tersebut, manusia dapat selamat dari kerugian dan mendapatkan keuntungan yang besar” (Taisiir Karimir Rohmaan, hal. 893).

Penulis  : Ferdiansyah Aryanto, S.T. (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)

Muroja’ah : Ustadz Abu Salman, B.I.S


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/mutiara-faidah-surat-al-ashr/